Rabu, 08 Juni 2011

KEPERAWATAN VSD


VENTRIKEL SEPTUM DEFEK
Pengertian
Terjadinya hubungan(lubang)antara kedua ventrikel, akibat terjadinya ketidaklengkapan perkembangan bagian septum ventrikel , baik pars muskularis, bantalan endokardium, maupun alur trunko- konus.
Etiologi
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor resiko atau predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB yaitu :, tetapi ada beberapa faktor resiko atau predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB yaitu :
•Ibu menderita penyakit infeksi rubella
•Ibu alkoholisme
•Umur ibu lebih dari 40 tahun
•Ibu menderita penyakit diabetes mellitus yang memerlukan insulin
•Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
•Anak yang lahir sebelum menderita PJB
•Ayah/Ibu menderita PJB
•Kelainan kromosom, misalnya sindrom down
•Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

Embriologi : Antara minggu keempat sampai ke delapan kehamilan, rongga ventrikel yang semula tunggal terbagi menjadi dua. Hal tersebut terjadi akibat fusi pars membranasea septum, bantalan endokardium, dan bulbus kordis (yakni bagian proksimal trunkus arteriosus).Pars muskularis septum tumbuh ke arah cranial bersama dengan pembesaran ruang ventrikel, sampai akhirnya bertemu dengan rigi (ridge)bulbus kordis kanan dan kiri.Rigi sebelah kanan bersatu dengan katub tricuspid dan bantalan endokardium, sehingga akan memisahkan katup pulmonal dari katub tricuspid. Rigi yang sebelah kiri bersatu dengan rigi pada septum ventrikel, sehingga akhirnya cincin aorta merupakan suatu kontinuitas dengan cincin mitral. Bantalan endokardium secara bersamaan tumbuh dan kemudian bersatu dengan rigi bulbus dan pars muskularis septum.Penutupan akhir dan separasi kedua ventrikel terjadi dengan jaringan fibrosa pada pars membranasea septum.
Pada umumnya para ahli membagi defek septum ventrikel menjadi :

1.Defek septum subarterial (letak defek di bawah katub pulmonal dan katub aorta
Disebut juga doubly committed subarterial defect, banyak ditemukan pada orang Asia, oleh karena itu disebut juga defek oriental.
2.Defek perimembran (letak defek dibawah katub aorta yakni pada pars membranasea septum)
Dibagi menjadi 2 yakni :
•Defek outlet, bila berdekatan dengan jalan keluar ventrikel.
•Defek inlet, bila berhubungan dengan katub tricuspid.
3.Defek muskular


PATOFISIOLOGI
Adanya pirau dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan menyebabkan dasar kelainan hemodinamik pada defek septum ventrikel.Besarnya defek dan perimbangan antara resistensi vascular sistemik dan paru akan menentukan besarnya pirau kiri ke kanan tersebut.. l
Pada defek septum ventrikel kecil, pirau kiri ke kanan yang terjadi tidak bermakna , sehingga tidak terjadi perubahan dimensi ruang-ruang jantung dan pembuluh darah. Lihat diagram berikut
Atrium kanan Arium kiri Ventrikel kanan Ventrikel kiri
A.Pulmonalis Aorta
Vaskularisasi Paru
Dengan demikian maka pada defek septum ventrikel kecil tidak ditemukan pada kelainan foto dada maupun elekrokardiogram. Pada defek septum ventrikel sedang dan besar tanpa penyakit vascular paru terjadi pirau kiri ke kanan yang bermakna sehingga terjadilah perubahan seperti tampak dalam diagram berikut.
Atrium kanan Atrium kiri Ventrikel kanan Ventrikel kiri
A. Pulmonalis Aorta
Vaskularisasi Paru
Kelainan tersebut tercermin pada foto dada, dengan adanya pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri, konus pulmonalis yang menonjol , dengan aorta normal. Pada elektrokardiogram akan tampak hipertrofi ventrikel kiri dan kadang disertai dengan pembesaran atrium kiri.
Bila telah terjadi vascular paru atau hipertensi pulmonal / sindrom Eisenmenger, maka akan terjadi pirau terbalik (pirau kanan ke kiri) sehingga terjadi keadaan sebagai berikut :
Atrium kanan Atrium kiri Ventrikel kanan Ventrikel kiri
A.Pulmonalis Aorta
Vaskularisasi Paru
Pada foto dada akan tampak atrium kanan dan ventrikel kakan membesar, konus pulmonalis sangat menonjol, serta terdapat gambaran “pruning” yakni vaskularisasi paru di hilus amat meningkat sedangkan vaskularisasi di perifer berkurang.Jantung kanan normal. Pada elektrokardiogram tampak deviasi sumbu QRS ke kanan,hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan.

PENGKAJIAN PADA ANAK
Pada pengkajian akan didapatkan :
•Selain Pertumbuhan anak terhambat, anak juga terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, dan ujung-ujung jari hiperemik.
•Diameter dada bertambah , sering terlihat pembenjolan dada kiri.
•Pernapasan yang pendek dan retraksi pada jugularis, sela interkostal dan region epigastrium.
•Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.
•Pada palpasi dan auskultasi masih terdapat kelainan-kelainan yang menunjukkan adanya VSD besar,seperti terdapatnya tekanan arteri pulmonalis yang tinggi.Penutupan katub pulmonalis teraba jelas pada sela iga III kiri dekat sternum dan mungkin teraba getaran bising pada dinding dada.

PENGKAJIAN PENATALAKSANAAN MEDIS
1.VSD KECIL
Mempunyai resiko berupa endokarditis bacterial, jadi pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic, terutama apabila akan melaksanakan tindakan operasi.
2.VSD SEDANG
VSD sedang dengan resistensi vascular paru total harus dikoreksi dengan operasi.
3.VSD BESAR
Dengan kelainan paru yang obstruktif , apabila tidak dioperasi pada resistensi vascular, resistensi akan cenderung semakin meningkat pada paru. Mortalitas perioperatif berkisar antara 0 – 2 %.
VSD besar dengan aliran darah pintas yang sudah terbalik sering mengalami polisitemia.Phlebotomi dapat dilakukan apabila hematokrit >65 %, dan pemberian antitrombosis dapat dilakukan.
VSD besar dengan stenosis pulmonary, pada perjalanan penyakit sering disertai stenosis pulmonary, sehingga mirip sekali dengan tetralogi Fallot.
Hasil operasi pada klien ini umumnya sangat memuaskan.
VSD dengan regurgitasi aorta yang berat, memerlukan koreksi VSD dan rekonstruksi katup aorta pada usia muda.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan pirau darah ke ventrikel kanan, penurunan isi sekuncup.
2.Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelainan vascular paru obstruktif sekunder dari stenosis pulmonary.
3.Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan penurunan curah jantung sekunder dari perembesan darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
4.Aktual/resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak adequat sekunder dari adanya sesak napas, mual , dan anoreksi.
5.Kecemasan klien atau orang tua yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan peran.
6.Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan hidup yang sesuai.

RENCANA KEPERAWATAN

Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,perubahan frekuensi,irama, dan konduksi elektrikal.
Ditandai :
oTakikardi
oPerubahan pola EKG
oPerubahan tekanan darah.
oBunyi jantung ekstra(S3,S4)
oPenurunan pengeluaran urine
oNadi perifer tidak teraba.
oKulit dingin
oOrtopnea
oKrakles
oDistensi vena jugularis
oPembesaran hepar
oEdema ektremitas
oNyeri dada.

Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal,kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
Ditandai :
oSesak
oEdema
oAdanya krakles
oProduksi urine < 30 ml/jam
oBatuk-batuk
oPosisi semifowler/duduk

Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan penurunan curah jantung sekunder akibat perembesan darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Ditandai:
oPasien merasa sesak dengan beraktivitas
oPasien merasa lemah
oTanda-tanda vital belum stabil saat beraktivitas.
oAda periode dispnea,sianosis frekuensi napas meningkat serta keluhan subyektif saat aktifitas

Aktual/resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake,mual dan anoreksia.
Ditandai :
oKlien mengatakan tidak nafsu makan/nafsu makan menurun
oPorsi makan selalu tidak dihabiskan klien..

Kecemasan klien atau orang tua yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan peran,rasa takut akan kematian, serta ancaman atau perubahan kesehatan.

Resiko kekambuhan yang berhubungan de-ngan ketidakpatuhan terhadap aturan tera-peutik, tidak mau me-nerima perubahan pola hidup yang sesuai.
Ditandai :
oPasien tidak tahu dan tidak termotivasi un-tuk melakukan atur-an terapeutik jangka panjang.
oPasien tidak mau me-nerima perubahan pola hidup yang efektif.
oPasien tidak mampu mengulang faktor-faktor resiko kekam-buhan.

Dalam waktu 3X24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi.
Kriteria standar :
oTekanan darah dalam batas normal
oNadi sinus rytim
oCRT < 3 detik
oPengeluaran urine 30 ml/jam
oKlien melaporkanpenurunan episode dispnea
oKlien berperan dalam aktifitas mengurangi beban kerja jantung

Tujuan :
Dalam waktu 3 X 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.

Kriteria standar :
oKlien tidak sesak napas
oRR dalam batas normal 16 -20 kali/menit.
oRespon batuk berkurang.

Tujuan:
Aktivitas sehari-hari pasien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas

Kriteria standar:
oKlien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat terutama mobilisasi di tempat tidur.

Tujuan
Dalam waktu 3 X 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan nutrisi.

Kriteria standar:
oPasien mengatakan tidak mual,nafsu makan meningkat.
oPorsi makan bisa dihabiskan

Tujuan:
Dalam waktu 1 X 24 jam kecemasan klien atau keluarga berkurang.

Kriteria standar:
oKlien menyatakan kecemasan berkurang.
oMengenal perasaannya.
oDapat mengidentifika-si penyebab atau faktor yang mempengaruhi
nya.
oKooperatif ter-hadap tindakan dan wajah ri-leks..

Tujuan :
Dalam waktu 1 X 24 jam klien me-ngenal faktor-fak-tor yang menye –babkan pening –katan faktor ke –kambuhan.

Kriteria standar :
oKlien secara subyektif me –nyatakan berse-dia dan termoti-vasi untuk me-lakukan aturan terapeutik jang-ka panjang.
oKlien mau me-nerima peru-bahan pola hi-dup yang efektif
oKlien mampu mengulang faktor-faktor re-siko kekambuh-an.
oCatat bunyi jantung
oPalpasi nadi perifer
oPantau adanya pengeluaran urine,catat pengeluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
oIstirahatkan klien dengan tirah baring optimal
oAtur posisi tirah baring yang ideal’kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 -30 cm atau klien didudukkan di kursi.
oKaji perubahan pada sensorik contoh :letargi, cemas,dan depresi.
oBerikan istirahat psikologi dengan llingkungan yang tenang.
oBerikan oksigen tambahandengan nasal kanul/masker sesuai dengan kondisi.
oKolaborasi diet jantung
oKolaborasi pemberian obat
oBatasi jumlah cairan yang masuk sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
oAuskultasi bunyi napas (krakles).
oKaji adanya edema
oUkur intake dan output.
oTimbang berat badan.
oPertahankan pemasikan total cairan 2000 liter/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
oKolaborasi :
•Berikan diet tanpa garam.
•Berikan diet diuretic contoh: furosemid,spironolacton,hidronolacton.
•Pantau data laboratorium elektrolit: Kalium.

oCatat frekuensi jantung,irama serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
oTingkatkan istirahat,batasi aktifitas dan berikan aktifitas senggang yang tidak berat.
oAnjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen,misalnya mengejan saat defekasi.
oJelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas misalnya bangun dari kursi ,bila tidak ada nyeri ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
oPertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
oTingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien.
oPertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
oEvaluasi tanda vital saat kemajuan aktifitas terjadi.
oBerikan waktu istirahat di antara aktifitas
oPertahankan penambahan 02 sesuai kebutuhan.
oSelama aktifitas kaji EKG, dispnea,sianosis dan frekuensi napas serta keluhan subyektif.
oBerikan diet sesuai kebutuhan(pembatasan air dan Na)
oRujuk ke program rehabilitasi jantung.,
oJelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan kondisi klien saat ini.
oAnjurkan agar klien memakan yang disediakan RS.
oBeri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG.
oLibatkan keluarga pasien dalam pemenuhan nutrisi tambahan yang tidak bertentangan dengan pola dietnya.
oLakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
oBeri motivasi dan dukungan psikologis.
oKolaborasi :
•Dengan nutrisien tentang pemenuhan diet klien.
•Pemberian multivitamin

oBantu klien untuk meng-ekspresikan perasaan marah,kehilangan dan takut.
oKaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dam-pingi klien dan lakukan tindakan bila menunjuk-kan perilaku merusak.
oHindari konfrontasi.
oMulai lakukan tindakan untuk mengurangi kece-masan.
oBeri lingkungan yang te-nang dan suasana penuh istirahat.
oTingkatkan control sen –sasi klien.
oOrientasikan klien ter –hadap prosedur rutin dan aktivitas yang diha-rapkan..
oBeri kesempatan pada klien untuk mengung-kapkan ansietasnya.
oBeri privasi untuk klien dan orang terdekatnya.

oKolaborasi : berikan o-bat anticemas sesuai in-dikasi.

oIdentifikasi faktor yang mendukung pelaksanaan terapeutik.
oBerikan penjelasan pena-talaksanaan terapeutik lanjutan.
oMenyarankan kepada keluarga agar memanfa-atkan sarana kesehatan di masyarakat.
oAjarkan strategi meno-long diri sendiri:
•Anjurkan untuk me –mantau berat badan pada saat bangun ti –dur,sebelum makan pagi,dengan pakaian dan timbangan yang sama.
•Melaporkan pening-katan berat badan yang melebihi 1,5 kg dalam satu minggu (tanpa perubahan po-la makan.
oBeri penjelasan ten-tang :
•Pemakaian obat nitro-gliserin..
•Hindari merokok
•Pendidikan kesehatan diet..
•Manuver dinamik (ber-jongkok,mengejan dan terlalu lama menahan napas)
•Pendidikan kesehatan seks (jika hubungan seks merupakan salah satu presipitasiangina maka sebelum mela-kukan anjurkan mi-num obat nitrogliserin atau sedative atau keduanya)
•Stres emosional
oBeri dukungan secara psikologis.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin (2009) Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi, Salemba Medika Jakarta.

Doengoes E Marilyn (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 6, EGC, Jakarta

Iman Soeharto (2004) Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

KEPERAWATAN PJK


LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER ( PJK )
I. Definisi : kondisi patologis yang terjadi dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa pada dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri yang menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung sehingga terjadi ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan O2 jantung.
II. Faktor Resiko
A. Yang dapat diubah
• Peningkatan lipid serum
• Hipertensi
• Merokok
• Obesitas
• Konsumsi Alkohol
• Kadar Kolesterol
• Hiperlipidemia
• Obesitas
• Diabetes
• Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori
• Infeksi
• Pembekuan darah
• Aktivitas fisik
B. Yang tidak dapat diubah
• Usia Umur lebih dari 40 tahun
• Jenis kelamin insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
• Hereditas
• Ras: insiden pada kulit hitam lebih tinggi
III. klasifikasi
A. angina stabil
keluhan nyeri dada akibat gangguan pasokan darah miokard sebagai konsekuensi dari stenosis baik tetap atau dinamis, hilang dengan istirahat.
B. angina tidak stabil
nyeri dada dengan frekuensi dan keparahan yang meningkat, periode serangan > 20 menit dan hanya hilang sebagian dengan pemberian nitrat.
C. iskemia tanpa gejala
adanya depresi segmen st >1mm tanpa disertai gejala yang menyertai dan terdapat kelainan metabolism miokard yang reversibel tomogarafi emisi position ( PET ). Jarang terdeteksi bila timbul gejala biasanya sudah tidak tertolong.
D. Angina varian Prinzmetal
Adalah gejala angina saat istirahat dan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
E. IMA
Adanya keluha nyeri dada >30 menit menjalar ke punggung dan lengan kiri dan tidak berkurang dengan istirahat dan pemberian nitrat.
IV. Gejala
• Nyeri dada
• Sesak nafas
• Gangguan kesadaran
V. Patofisiologi

Apabila keadaan plak ateroma pada arteria koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami perdarahan, rupture atau terjadi fisura, sehingga terbentuk thrombus di daerah plak yang menghambat aliran darah koroner dan terjadi serangan PJK. PJK datangnya tidak tentu tergantung jenisnya, dapat terjadi pada waktu penderita sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk besar kecil dan keadaan thrombus. Selama berlangsungnya proses agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga substansi ini akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah koroner yang aterosklerotik sehingga suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang yang mengakibatkan iskemia miokard. Iskemia miokard menyebabkan peningkatan metabolisme anaerob dan peningkatan produksi asam laktat sehingga timbul angina pektoris. Apabila iskemia berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang permanen.
VI. Pemeriksaan Diagnostik
A. EKG
Ø Adanya gelombang Q patologis
Ø Segmen ST elevasi
Ø T inversi ataupun depresi
B. Laboratorium
Ø Kenaikan enzim jantung : CKMB, LDH, AST
Ø Elktrolit : Hipokalemi atau Hiperkalemi
Ø Kenaikan Sel Darah Putih :
Ø Hiperkolesterol Hiperlipidemia
Ø Perubahan nilai HDL dan LDL
Ø Kenaikan Trigliserida
C. Foto Rotgen
Bisa terjadi cardiomegali

D. Angiorafi Koroner
Untuk melihat kepatenan, artei koronaria, lokasi sumbatan dan memastikan kekuatan otot jantung
E. Echocardiogram
Bisa terjadi kelainan katub dan dilatasi ruang jantung
VII. Penatalaksanaan Medis
A. Umum
§ Perubahan gaya hidup ( stop merokok dan alcohol )
§ Diet dan penurunan berat badan
§ Olahraga teratur
B. Terapi spesifik
§ Aspirin
§ Nitrat
§ β bloker
§ antagonis kalsium
§ analgesic
§ anti platelet
§ antikoagulan
§ trombolitik
§ penghambat ACE
§ terapi penurunan lipid
§ obat lain tergantung gejala
C. Revaskulerisasi koroner
§ Tandur alih pintas arteri koroner ( coronary artery bypass grafting )
Penggantian arteri koroner yang tersumbat dengan vena atau arteri mamare
§ Angioplasty ( stent koroner )
Pemasangan stent pada arteri yang tersumbat sehingga aliran darah kembali lancer.
§ Percutaneus and trans myocardial revascularization
Pembuatan saluran berdiameter 1-2 mm langsung dari ventrikel kiri dengan menggunakan laser karbon dioksida.
VIII. Pengkajian
A. Keluhan utama
Nyeri dada dan perasaan sulit bernafas
B. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan pemberian nitrigliserin.
Nyeri seperti tertekan/diremas
Nyeri di area anterior/ precordial/ sub sterna menjalar ke lengan, wajah, rahang, rahang, laher, punggung, dan epigastrium.
Skala nyeri 4 – 5 ( skala 0 – 5 )sedang / berat.
Nyeri timbul mendadak
Durasi <15 menit, >30 menit
Nyeri saat istirahat
C. Riwayat penyakit dahulu
Nyeri dada tiba – tiba hilang saat istirahat
Hipertensi
DM
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Adanya anggota keluarga yang meninggal karena penyakit jantung ( mungkin disebut angin duduk )
Hipertensi pada keluarga
DM
E. Riwayat pekerjaan dan Kebiasaan :
Minum Alkohol
Merokok ( sejak kapan, berapa batang per hari,jenis rokok )
Makan Makanan cepat saji

F. Keadaan Umum
Biasanya kesadaran compos mentis dan mungkin sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
G. B1( breathing )
Sesak dan keluhan napas seperti tercekik, juga terdapat sesak kardia, tanda-tanda edema paru ( ronchi )
H. B2 ( bleeding )
Inpeksi : inspeksi adanya parut
Palpasi : denyut nadi perifer normal pada angina stabil, selama serangan akut bisa takikardi, AF atau VF.
Auskultasi : bisa didapat split patologis. Kadang-kadang didapatkan aritmia, gallop, tekanan darah biasanya menurun atau meningkat tergantung tingkat keparahan.
Perkusi : tidak ada pergeseran jantung bila tidak ada komplikasi.
I. B3 ( brain )
Kesadaran composmentis atau menurun. Pengkajian obyektif berupa wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintihdan menggiliat.
J. B4 ( bladder )
Perlu dilihat adanya oliguria yang mungkin didapat merupakan tanda awal syok kardiogenik.
K. B5 ( bowel )
Adanya nyeri menyebabkan respon mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan di empat kuadran merupakan penjalaran nyeri. Penurunan peristaltic usus merupakan tanda kardial IMA.
L. B6 ( bone )
Aktivitas gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, gerak statis, dan jadwal olahraga tidak teratur.
Tanda : takikardi, dispneu saat istirahat/ aktivitas dan kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
IX. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke miokard sekunder dengan adanya sumbatan.
2. Aktual / resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas ventrikel kiri.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan alveolar ( edema paru )
3. Aktual / resiko gangguan perfusi perifer berhubungan dengan menurunnya curah jantung.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer sekunder penurunan suplai oksigen miokard.
5. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian atau perubahan status kesehatan.

X. Rencana asuhan keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
• nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
• wajah meringis
• gelisah
• delirium
• perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria Hasil:
• Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
• ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
• tidak gelisah
• nadi 60-100 x / menit,
• TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
• Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada.
• Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
• Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
• Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
• Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
• Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik atau morphin.
2) Aktual / resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas ventrikel kiri.
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria Hasil :
• Tidak ada edema
• Tidak ada disritmia
• Haluaran urin normal
• TTV dalam batas normal
Intervensi :
• Pertahankan tirah baring selama fase akut
• Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
• Monitor haluaran urin
• Kaji dan pantau TTV tiap jam
• Kaji dan pantau EKG tiap hari
• Berikan oksigen sesuai kebutuhan
• Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
• Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
• Berikan makanan sesuai diitnya
• Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan alveolar ( edema paru ) ditandai dengan :
• Dispnea berat
• Gelisah
• Sianosis
• Perubahan GDA
• Hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria hasil :
• Tidak sesak nafas
• Tidak gelisah
• GDA dalam batas Normal ( Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
• Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
• Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
• Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.

• Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
• Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
4) Aktual / resiko gangguan perfusi perifer berhubungan dengan menurunnya curah jantung.
ditandai dengan :
• Daerah perifer dingin
• EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
• RR lebih dari 24 x/ menit
• Kapiler refill lebih dari 3 detik
• Nyeri dada
• Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
• HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80 AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
• Nadi lebih dari 100 x/ menit
• Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
• Daerah perifer hangat
• Tidak sianosis
• Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
• RR 16-24 x/ menit
• Tidak terdapat clubbing finger
• Kapiler refill 3-5 detik
• Nadi 60-100x / menit
• TD 120/80 mmHg
Intervensi :
• Monitor Frekuensi dan irama jantung
• Observasi perubahan status mental
• Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
• Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
• Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
• Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium misal EKG, elektrolit , GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan pemberian oksigen

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer sekunder penurunan suplai oksigen miokard.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
• Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
• Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
• TD 120-80 mmHg
Intervensi :
• Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
• Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
• Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
• Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
• Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

6) Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian atau perubahan status kesehatan.
Tujuan :
Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
• Klien tampak rileks
• Klien dapat beristirahat
• TTV dalam batas normal
Intervensi :
• Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
• Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
• Ajarkan tehnik relaksasi
• Minimalkan rangsang yang membuat stress
• Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
• Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
• Berikan support mental
• Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.


TINJAUAN PUSTAKA :
Adipranoto, Jeffrey D. 2006. Penyakit Jantung Koroner dalam Standar Diagnosis dan Terapi Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Surabaya. SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK Unair RSU dr. Soetomo
Anonymous. 2009. Angina Pektoris. http://blog.asuhankeperawatan.com/blog /2009/05/27 /angina-pektoris/ . Diakses pada tanggal 20 desember 2009

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta. Salemba Medika.

keperawatan kardiovaskuler


KEPERAWATAN CABG
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)

1. Definisi
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Feriyawati, 2005)

2. Indikasi
a. Angina yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis.
b. Angina yang tidak stabil
c. Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty).
d. Sumbatan/ Stenosis arteri koroner kiri ≥ 70%
e. Klien dengan komplikasi kegagalan PTCA
f. Pasien dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel disease) dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada klien dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil atau tidak stabil dan lesi proksimal LAD yang berat.

3. Kontra indikasi
Sumbatan pada arteri < 70% sebab jika sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70% maka aliran darah tersebut masih cukup banyak, sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya, akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia (Muttaqin, 2009).

4. Komplikasi CABG
a. Posperfusion sindrom. Kerusakan sementara pada neurokognitif, namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih merupakan konsekuensi dari penyakit vaskuler
b. Non union pada sternum
c. Infark miokard akibat emboli, hipoperfusi atau kegagalan cangkok
d. Stenosis pada cangkokan terutama yang menggunakan vena saphena akibat aterosklerosis sehingga menyebabkan angina atau infark miokard
e. Gagal renal akut akibat emboli atau hipoperfusi.
f. Stroke sekunder terhadap emboli atau hipoperfusi

5. Prosedur pelaksanaan CABG
a. Persiapan sebelum pelaksanaan CABG.
1) Persiapan pasien:
a) Informed concern
b) Obat-obatan pra operasi: aspirin, nitrogliserin, nifedipin, diltiazem
c) Pemeriksaan laborat lengkap terutama Hb, Hematokrit, jumlah lekosit, kadar elektrolit, faal hemotasis, foto torak,ECG terbaru serta tes fungsi paru-paru (vital capacity)
d) Persiapan darah 6-10 bag sesuai golongan darah pasien
e) Puasa malam 10-12 jam
f) Cukur area pembendahan
g) Lepaskan perhiasan, kontak lensa, mata palsu, gigi palsu (identifikasi, dan simpan yang aman atau berikan keluraganya.
h) Cek benda-benda asing dalam mulut.
2) Persiapan alat dan bahan penunjang operasi
a) Bahan habis pakai (spuit, masker, jarum, benang dll)
b) Alat penunjang kamar operasi
c) Linen set : 3 set
d) Instrument dasar : 1 set dasar bedah jantung dewasa
e) Instrumen tambahan : 1 set tambahan bedah jantung
f) Intrumen AV graft : 1 set
g) Instrument mikrocoroner : 1 set
h) Instrument kateter : 1 set

b. Pelaksanaan CABG
1) Pemasangan CVP pada vena jugularis dekstra atau vena subklavia dekstra, arteri line dan saturasi oksigen
2) Pasien dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi
3) Pasang kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan dibawah femur kiri pasien dan diplester
4) Pasang plate diatermi di daerah pantat /pangkal femur bawah
5) Posisi pasien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan kanan badan dan diikat dengan duek kecil, dibawah punggung tepat di scapula diganjal guling kecil.
6) Bagian lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan pengambilan graft vena
7) Menyuntikkan agen induksi untuk membuat pasien tidak sadar
8) Petugas anestesi memasang ETT memulai ventilasi mekanik.
9) Melakukan desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari batas dagu dibawah bibir kesamping leher melewati mid aksila samping kanan kiri, kedua kaki sampai batas malleolus ke pangkal paha (kedua kaki diangkat) kemudian daerah pubis dan kemaluan didesinfeksi terakhir selnjutnya didesinfeksi dengan larutan hibitan 1% seperti urutan tersebut diatas dan dikeringkan dengan kasa steril.
10) Dada dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator mulai memeriksa jantung
11) Pembuluh darah yang sering digunakan untuk bypass grafting ini antara lain; arteri thoracic internal, arteri radial, dan vena saphena. Saat dilakukan pemotongan arteri tersebut, klien diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah.
12) Pada operasi “off pump”, operator menggunakan alat untuk menstabilkan jantung.
13) Pada operasi “on Pump”, maka ahli bedah membuat kanul ke dalam jantung dan menginstruksikan kepada petugas perfusionist untuk memulai cardiopulmonary bypass (CPB). Setelah CPB terpasang, operator ditempat klem lintas aorta (aortic cross clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan perfusionist untuk memasukkan cardioplegia untuk menghentikan jantung.
14) Ujung setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri koronaria diluar daerah yang diblok dan ujung alin dihubungkan pada aorta.
15) Jantung dihidupkan kembali; atau pada operasi “off pump” alat stabilisator dipisahkan. Pada beberapa kasus, aorta didukung sebagian oleh klem C-Shaped, jantung dihidupkan kembali dan penjahitan jaringan grafting ke aorta dilakukan sembari jantung berdenyut.
16) Protamin diberikan untuk memberikan efek heparin
17) Sternum dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali.
18) Pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk penyembuhan. Setelah keadaan sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), pasien bisa dipindah ke ruang rawat samapi pasien siap untuk pulang.

6. Arteri dan vena yang dipakai sebagai cangkok (graf)/ saluran (conduit)
Internal Mammary Artery (IMA), vena saphena, arteri radialis, arteri gastroepiploic, arteri epigastrik inferior (Sethares, 2008).
7. Saluran sintetik
Dacron tube, polytetrafluoroethylene (PTFE) tube, polyglycolic acid tube (Sethares, 2008).

8. Pengkajian pasien
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, diagnose medis, tanggal dan jam MRS, tanggal dan jam pengkajian

b. Keluhan utama: nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, pingsan

c. Riwayat penyakit sekarang: pasien mengeluh nyeri, sesak nafas,palpitasi, pingsan

d. Riwayat penyakit dahulu: kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat penyembuhan luka dan predisposisi infeksi. Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja jantung. Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan adiposa mengandung sedikit vaskularisasi.

e. Riwayat penyakit keluarga: riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga seperti DM, hipertensi, penyakit jantung koroner.

f. Riwayat psikologis: pasien yang akan dilakukan CABG dapat mengalami kecemasan sampai ketakutan akan kematian.

g. Pengkajian dan perawatan preoperasi
1) Status psikologi: cemas
2) nitrogliserin SL/ transdermalàStatus klinik: nyeri dada, 
3) Riwayat penyakit dahulu: kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat penyembuhan luka dan predisposisi infeksi. Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja jantung. Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan adiposa mengandung sedikit vaskularisasi.
4) Pemberian antibiotic profilaksis: mencegah infeksi
5) Tanda-tanda vital: tekanan darah bilateral, nadi, suhu, RR
6) Observasi adanya shivering : menggigil (Shivering) dapat  jaga pasien tetap hangat denganàmeningkatkan pelepasan katekolamin  memberi selimut
7) Thorak foto: dapat memberikan informasi mengenai ruang jantung, aorta torakal, pembuluh darah pulmonal. Pada pasien dengan kalsifikasi aorta asendens yang luas maka dihindari penggunaan klem pembuluh darah aorta atau cardiopulmonary bypass.
8) Ekokardiografi: untuk evaluasi fungsi ventrikel sebelum dan segera setelah operasi, untuk mengetahui adanya tumor, thrombus atau udara yang masih ada di rongga atrium atau ventrikel setelah intervensi bedah jantung.
9) Kateterisasi jantung: untuk mengetahui lokasi dan luasnya arteri yang menyempit/tersumbat.
10) Laboratorium: DL, profil koagulan, Faal Homeostasis, Renal Fungsi Tes, Liver Fungsi Tes.
11) Edukasi: melatih batuk efektif dan nafas dalam

h. Keperawatan intraoperasi
1) Posisi : supin,
2) Pengkajian: monitoring EKG, tanda –tanda vital, menyiapkan defibrillator. Jika jantung fibrilasi dan tidak dapat diresusitasi maka segera dilakukan pijatan langsung pada jantung.
3) Insisi : median sternotomy. Kulit diinsisi dari sternal notch sampai ke linea alba dibawah prosesus xipoidius.
4) Pemilihan saluran (conduit): arteri mamaria interna, vena saphena, arteri radialis, arteri gastroepiploik, arteri epigastrik inferior.
5) Pintasan jantung paru : pada pendekatan ini kanula dimasukkan melalui atrium kanan ke vena kava superior dan inferior untuk mengalirkan darah dari tubuh ke system pintasan. System pompa menciptakan vakum,menarik darah ke reservoir vena; darah dibersihkan dari gelembung udara, bekuan darah dan partikulatnya dengan filter. Darah kemudian dialirkan ke oksigenator, melepaskan karbondioksida dan mendapat oksigen. Darah ditarik ke pompa dan kemudian didorong ke penukar panas, dimana temperaturnya diatur, dan kemudian dikembalikan ke tubuh melalui aorta asendens (Smeltzer, 2002).
6) Peran perawat: membantu prosedur operasi, menjaga keamanan dan kenyaman pasien. Ruang lingkup intervensi diantaranya mengatur posisi, perawatan kulit, dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
7) Komplikasi intraoperatif yang mungkin terjadi: aritmia, perdarahan, infark miokard, cedera pembuluh darah otak, emboli, syok.

i. Keperawatan post operasi
1) Pengkajian
a). Status neurologi: tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b). Status jantung: frekuensi dan irama jantung, CVP, curah jantung, tekanan arteri paru, PAWP, saturasi oksigen arteri paru, drainase rongga dada, status serta fungsi pacu jantung.
c). Status respirasi: gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, mode)
d). Status pembuluh darah perifer:denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir dan cuping telinga, suhu, edema, kondisi balutan dan pipa invasive.
e). Fungsi ginjal: haluaran urine, berat jenis urin dan osmolaritas
f). Status cairan dan elektrolit: intake dan output, nilai laboratorium untuk kalium, natrium, calcium
g). Nyeri: sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesic. Pasien yang menjalani CABG dengan arteri mamaria interna dapat mengalami parestesis sementara atau menetap nervus ulnarispada sisi yang sama dengan graf yang diambil. Pasien yang menjalani CABG dengan arteri gastroepiploik juga dapat mengalami ileus selama beberapa waktu dan akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri dada.

2) Pengkajian komplikasi:
a). Penurunan curah jantung: penyebabnya antara lain; gangguan preload, gangguan afterload, gangguan frekuensi jantung, gangguan kontraktilitas.
b). Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: panatau asupan dan haluaran cairan, kadar elektrolit
c). Gangguan pertukaran gas: indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas, sianosis pada selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia, berusaha melepas ventilator. Suara nafas ronki.
d). Gangguan peredaran darah otak: hipoksia

9. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko/aktual Penurunan curah jantung berhubungan dengan; kehilangan darah dan gangguan miokardium, gangguan preload (hipovolemia), gangguan konduksi (aritmia)
b. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, kurang pengetahuan terhadap tindakan CABG
c. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kongesti paru
d. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
e. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry kuman.

10. Intervensi keperawatan
a. Resiko/aktual penurunan curah jantung berhubungan dengan; kehilangan darah dan gangguan miokardium, gangguan preload (hipovolemia), gangguan konduksi (aritmia)
Tujuan: dalam waktu 2 X 24 jam curah jantung meningkat
Kriteria hasil: hemodinamik stabil (tekanan darah dalam batas normal (TDS 100-130, TDD 60-90), asupan dan haluaran sesuai, nadi normal (60-100x/menit) tidak ada disritmia), produksi urine 0,5-1 cc/kgBB/jam, CRT < 2 detik, suhu normal (36-370C), RR normal (12-20 X/menit), drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama < 300 cc.

Intervensi :
1) Catat dan pantau HR, TD, RR terutama adanya hipotensi, waspadai penurunan sistol/diastole.
Rasional: hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan, disritmia, gagal jantung/syok.

2) Pantau irama jantung, disritmia. Observasi respon pasien terhadap disritmia contoh penurunan tekanan darah.
Rasional: letal disritmia dapat menyebabkan penurunan curah jantung

3) Observasi perubahan status mental/orientasi/gerakan reflex tubuh/ gelisah.
Rasional: dapat mengindikasikan penurunan aliran darah otak akibat penurunan curah jantung.

4) Catat suhu kulit dan kualitas nadi perifer.
Rasional: kulit hangat, merah muda dan nadi kuat adalah indikasi curah jantung adekuat.

5) Ukur dan catat asupan dan haluaran cairan
Rasional: berguna dalam menentukan kebutuhan cairan atau mengidentifikasi kelebihan cairan yang dapat mempengaruhi curah jantung.

6) Observasi adanya infark miokard melalui pemeriksaan EKG berkala
Rasional: gejala bisa tertutup oleh tingkat kesadaran pasien dan obat anti nyeri.

7) Observasi perdarahan, drainase darah terus-menerus, CVP rendah, takikardia.
Rasional: perdaraha dapat terjadi akibat insisi jantung, trauma jaringan,gangguan pembekuan.

8) Observasi adanya gagal jantung: hipotensi, peningkatan PAWP, CVP dan tekanan atrium kiri, takikardia, gelisah, sianosis, distensi vena, dipsnea, asites. Persiapkan pemberian diuretik dan digitalis.
Rasional: gagal jantung yang terjadi akibat penurunan aksi pompa jantung; dapat menurunkan perfusi ke organ vital.

b. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, kurang pengetahuan terhadap tindakan CABG
Tujuan: setelah 2 x 24 jam dirawat, ansietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil: gelisah hilang atau berkurang, klien kooperatif, mengungkapkan perasaanya pada perawat tentang tindakan yang diprogramkan, klien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, menyatakan cemas berkurang/hilang.

Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.
Rasional: cemas dapat merangsang respon simpatik dengan melepaskan katekolamin, sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan jantung akan oksigen.
2) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan kecemasannya.
Rasional: mengungkapkan perasaan dapat mengurangi ansietas dan dapat membuat klien lebih tenang.

3) Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan CABG (pengertian, manfaat, indikasi, persiapan, prosedur, efek samping dan resiko yang timbul apabila tidak dilakukan CABG)
Rasional: pengetahuan yang adekuat dapat mengurangi kecemasan.

4) Berikan posisi yang nyaman, lingkungan yang tenang bagi klien,
Rasional: situasi yang tenang dapat mengurangi kecemasan klien.

5) Observasi TD, nadi, RR
Rasional: peningkatan nadi dapat menjadi indikasi adanya kecemasan.

6) Beri kesempatan orang terdekat untuk mendampingi klien
Rasional: keluarga dapat membantu klien untuk mengungkapkan perasaan cemas.

c. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kongesti paru
Tujuan: dalam waktu 1x 24 jam setelah intervensi diberikan, gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria hasil: klien melaporkan tidak adanya/ penurunan dipsnea, klien menunjukkan tidak ada distress nafas, RR = 12-20 x/menit, nilai GDA dalam rentang normal (pH: 7,35-7,45 ; pO2= 95-100% ; PaCO2= 35-45 mmHg)

Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi nafas (ronki)
Rasional: ronki dapat menjadi indikasi kongesti paru.

2) Kolaborasi pemebrian oksigen
Rasional: meningkatkan oksigen alveoli yang dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksemia jaringan.

3) Pantau hasil analisa gas darah, oksimetri
Rasional: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.

4) Berikan obat sesuai indikasi: diuretik, brokodilator
Rasional: menurunkan kongesti alveoli dan meningkatkan pertukaran gas, bronkodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas.

5) Kolaborasi pemilihan pemberian cairan.
Rasional: cairan yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru.

d. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
Tujuan: setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil: skala nyeri 0-3, klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, klien dapat rileks dan istirahat dengan tenang. Tanda vital stabil

Intervensi:
1) Catat sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri.
Rasional: nyeri dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan beban kerja jantung.

2) Bantu pasien membedakan nyeri bedah dan nyeri angina
Rasional: nyeri angina memerlukan penanganan segera.

3) Berikan posisi nyaman dan ajarkan tehnik relaksasi
Rasional: posisi memberikan rasa nyaman.

4) Pantau TTV
Rasional: HR dapat meningkat sebagai respon dari nyeri.

5) Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional: menurunkan nyeri, menurukan ketegangan otot dan meningkatkan penyembuhan.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry kuman.
Tujuan: infeksi tidak terjadi
Criteria hasil: luka operasi tidak berbau, tidak ada pus.

Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
Rasional: mencegah infeksi silang

2) Kaji daerah sekitar luka operasi, observasi adanya pus, bau
Rasional: gejala dini infeksi diketahui

3) Pantau suhu tubuh, nadi
Rasional: hipertermi dan takikardia dapat menjadi tanda infeksi

4) Kolaborasi antibiotik
Rasional: membunuh bakteri/kuman.

5) Beri nutrisi yang adekuat
Rasional: membantu meningkatkan imunitas.

12. Daftar Pustaka

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC

Feriyawati, L. 2005. CABG dengan Menggunakan Vena Saphenous, Arteri Mammaria Interna dan Arteri Radialis. FK USU, diperoleh dari library.usu.ac.id/ download/ fk/ 06001193.pdf tanggal, 12 Pebruari 2010

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta. Salemba Medika.

Sethares, K. 2008. Care of Patient Undergoing Cardiac Surgery dalam Moser & Riegel, Cardiac Nursing; A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Philadelphia. Saunders, an imprint Elsevier inc.

Smeltzer, SC & Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta. EGC

Anonymous. CABG. www.wikipedia.com diperoleh tanggal 12 pebruari 2009